Kerentanan Perempuan Dalam Kasus KDRT Dimasa Pandemi Covid-19

Kerentanan Perempuan Dalam Kasus KDRT Dimasa Pandemi Covid-19 Foto penulis Alvin Viana

Malang, kabarwarta.id -Kerentanan Perempuan Dalam Kasus KDRT di Masa Pandemi Covid-19 Munculnya Covid-19 di muka bumi menyebabkan timbulnya banyak permasalahan.

Bahkan, WHO juga menyampaikan bahwa Covid-19 merupakan masalah global yang dampaknya dapat dirasakan seluruh negara, salah satunya Indonesia.

Penyebaran Covid-19 yang meluas dengan cepat mengakibatkan jutaan manusia terpapar virus dan tidak sedikit dari mereka meninggal dunia. Selain itu, tatanan kehidupan juga berubah secara signifikan, mulai tata kelakuan (mores), cara (usage), kebiasaan (folkways), dan adat istiadat (custom).

Perubahan-perubahan yang terjadi selama pandemi memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang ada saat ini. Selain permasalahan pada kesehatan, masalah lain yang sedang dihadapi negara yaitu rendahnya kesejahteraan masyarakat. Meluasnya kasus Covid-19 di Indonesia membuat kondisi negara semakin buruk. Oleh karena itu, demi mencegah penularan virus yang berkelanjutan pemerintah menerapkan pembatasan dibeberapa aspek, sehingga hal tersebut berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Kesejahteraan masyarakat merupakan tolak ukur keberhasilan suatu negara. Negara dapat dikatakan berhasil, apabila elemen-elemen dalam negara berjalan dengan baik dan masyarakat didalamnya merasakan kebahagiaan, dan begitu pula sebaliknya. Namun dengan adanya pandemi, sebagian besar masyarakat merasakan keresahan dan sulitnya hidup karena aktivitasnya yang dibatasi dan bahkan kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber kehidupannya, sehingga besar kemungkinan timbul permasalahan-permasalahan yang dapat berdampak pada kehidupan keluarga.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyatakan pandemi Covid-19 hanya akan memperburuk kondisi perempuan dan anak-anak, karena semakin berisiko menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Pernyataan tersebut telah memperjelas bahwa keadaan sebagian keluarga di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Kasus kekerasan dalam rumah tangga mengalami peningkatan dan sebagian besar korbannya adalah perempuan. Lantas, mengapa dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, perempuan merupakan pihak yang paling rentan menjadi korbannya? Kekerasan dalam rumah tangga di masa pandemi Covid-19 Kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan yang dilakukan anggota keluarga kepada anggota keluarga lain yang dapat menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis dan seksual.

Menurut pasal 5 – 9 Undang-Undang PKDRT No. 23 Tahun 2004, bentuk-bentuk KDRT sebagai berikut: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga. Dalam hal ini, kasus KDRT bukanlah permasalahan yang baru di Indonesia, kasus ini sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka.

Namun, selama masa pandemi Covid-19 ini, kasus KDRT mengalami peningkatan yang cukup pesat. Mayoritas kelompok yang rentan menjadi korban adalah perempuan.

Komnas Perempuan telah mencatat bahwa kekerasan terhadap perempuan naik 75% sejak awal pandemi. LBH APIK juga menyebutkan ada peningkatan sebanyak 90 kasus per bulan selama masa pandemi.

Kondisi Covid-19 yang tak kunjung usai menjadi pemicu timbulnya disharmonisasi dalam keluarga. Risiko berkurangnya pendapatan dan bahkan kehilangan mata pencaharian sangat besar, sehingga dapat menimbulkan ketegangan dalam rumah tangga yang berujung pada tindakan kekerasan. 

Dalam kondisi ini mayoritas perempuan yang menjadi objek pelampiasan dari pelaku kekerasan. Lalu, mengapa dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, perempuan merupakan pihak yang paling rentan menjadi korban? Budaya yang tertanam kuat dalam kehidupan masyarakat merupakan faktor pendorongnya.

Konstruksi sosial yang dibangun masyarakat secara turun temurun ini menimbulkan ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan.

Perempuan selalu dipandang dalam ranah domestik saja, sedangkan laki-laki selalu dianggap yang paling pantas memiliki kuasa. Fenomena dominasi laki-laki atas perempuan ini sering disebut dengan budaya patriarki.

Kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dibeberapa keluarga di Indonesia merupakan bukti nyata masalah yang timbul karena belenggu budaya patriarki.

Dalam hal kekuasaan, budaya patriarki membuat kedudukan laki-laki dalam keluarga memiliki tingkatan yang lebih tinggi daripada perempuan, sehingga perempuan yang sudah menikah selalu dianggap sebagai milik suaminya.

Anggapan yang seperti inilah yang dapat menimbulkan ketimpangan dalam suatu hubungan, karena suami memiliki kuasa lebih atas istrinya daripada istrinya sendiri. Seorang istri akan kehilangan hak kebebasannya dalam menentukan suatu pilihan dan akan lebih cenderung menuruti semua keinginan suami.

Seperti realitasnya sering terjadi tindakan kekerasan terhadap istri baik fisik, psikologis maupun seksual, karena istri tidak mau menuruti kemauan suami. Tindakan yang dilakukan suami kepada istri tersebut, semakin memperkuat konstruksi sosial dalam masyarakat yang menunjukan bahwa perempuan adalah manusia yang lemah dan akan selalu bergantung kepada laki-laki.

Maka dari itu, penting untuk merubah pola pikir setiap individu terhadap perempuan. Perempuan berhak mendapatkan keadilan, sebagaimana diatur dalam undang-undang yang ditetapkan yaitu Undang-Undang RI No. 7 tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.

Adapun upaya yang dapat dilakukan guna menegakkan keadilan yaitu perlu adanya edukasi terkait konsep kesetaraan gender kepada masyarakat, terutama dalam keluarga. Sebab kunci dalam menghentikan kasus KDRT adalah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Pemerintah sebagai pihak atau wakil rakyat yang memiliki kewajiban serta tanggung jawab kepada masyarakat harus melakukan tindakan yang tegas sesuai undang-undang yang telah ditetapkan.

Dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan mampu mengurangi jumlah kasus KDRT di Indonesia. Selain itu, perempuan sebagai korban KDRT juga butuh pendampingan secara psikologis dan hukum, agar mampu mengembalikan semangat korban dan pelaku merasa jera untuk tidak melakukan hal yang sama kepada orang lain.

Munculnya Covid-19 di muka bumi menyebabkan timbulnya banyak permasalahan. Bahkan WHO juga menyampaikan bahwa Covid-19 merupakan masalah global yang dampaknya dapat dirasakan seluruh negara, salah satunya Indonesia. Penyebaran Covid-19 yang meluas dengan cepat mengakibatkan jutaan manusia terpapar virus dan tidak sedikit dari mereka meninggal dunia.

Selain itu, tatanan kehidupan juga berubah secara signifikan, mulai tata kelakuan (mores), cara (usage), kebiasaan (folkways), dan adat istiadat (custom). Perubahan-perubahan yang terjadi selama pandemi memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang ada saat ini.

Selain permasalahan pada kesehatan, masalah lain yang sedang dihadapi negara yaitu rendahnya kesejahteraan masyarakat. Meluasnya kasus Covid-19 di Indonesia membuat kondisi negara semakin buruk. Oleh karena itu, demi mencegah penularan virus yang berkelanjutan pemerintah menerapkan pembatasan dibeberapa aspek, sehingga hal tersebut berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Kesejahteraan masyarakat merupakan tolak ukur keberhasilan suatu negara. Negara dapat dikatakan berhasil, apabila elemen-elemen dalam negara berjalan dengan baik dan masyarakat didalamnya merasakan kebahagiaan, dan begitu pula sebaliknya. Namun dengan adanya pandemi, sebagian besar masyarakat merasakan keresahan dan sulitnya hidup karena aktivitasnya yang dibatasi dan bahkan kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber kehidupannya, sehingga besar kemungkinan timbul permasalahan-permasalahan yang dapat berdampak pada kehidupan keluarga.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyatakan pandemi Covid-19 hanya akan memperburuk kondisi perempuan dan anak-anak, karena semakin berisiko menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Pernyataan tersebut telah memperjelas bahwa keadaan sebagian keluarga di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Kasus kekerasan dalam rumah tangga mengalami peningkatan dan sebagian besar korbannya adalah perempuan. Lantas, mengapa dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, perempuan merupakan pihak yang paling rentan menjadi korbannya? Kekerasan dalam rumah tangga di masa pandemi Covid-19 Kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan yang dilakukan anggota keluarga kepada anggota keluarga lain yang dapat menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis dan seksual. Menurut pasal 5 – 9 Undang-Undang PKDRT No. 23 Tahun 2004, bentuk-bentuk KDRT sebagai berikut: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga. Dalam hal ini, kasus KDRT bukanlah permasalahan yang baru di Indonesia, kasus ini sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka.

Namun, selama masa pandemi Covid-19 ini, kasus KDRT mengalami peningkatan yang cukup pesat. Mayoritas kelompok yang rentan menjadi korban adalah perempuan.

Komnas Perempuan telah mencatat bahwa kekerasan terhadap perempuan naik 75% sejak awal pandemi. LBH APIK juga menyebutkan ada peningkatan sebanyak 90 kasus per bulan selama masa pandemi.

Kondisi Covid-19 yang tak kunjung usai menjadi pemicu timbulnya disharmonisasi dalam keluarga. Risiko berkurangnya pendapatan dan bahkan kehilangan mata pencaharian sangat besar, sehingga dapat menimbulkan ketegangan dalam rumah tangga yang berujung pada tindakan kekerasan.

Dalam kondisi ini, mayoritas perempuan yang menjadi objek pelampiasan dari pelaku kekerasan. Lalu, mengapa dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, perempuan merupakan pihak yang paling rentan menjadi korban? Budaya yang tertanam kuat dalam kehidupan masyarakat merupakan faktor pendorongnya.

Konstruksi sosial yang dibangun masyarakat secara turun temurun ini menimbulkan ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Perempuan selalu dipandang dalam ranah domestik saja, sedangkan laki-laki selalu dianggap yang paling pantas memiliki kuasa.

Fenomena dominasi laki-laki atas perempuan ini sering disebut dengan budaya patriarki. Kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dibeberapa keluarga di Indonesia merupakan bukti nyata masalah yang timbul karena belenggu budaya patriarki. Dalam hal kekuasaan, budaya patriarki membuat kedudukan laki-laki dalam keluarga memiliki tingkatan yang lebih tinggi daripada perempuan, sehingga perempuan yang sudah menikah selalu dianggap sebagai milik suaminya.

Anggapan yang seperti inilah yang dapat menimbulkan ketimpangan dalam suatu hubungan, karena suami memiliki kuasa lebih atas istrinya daripada istrinya sendiri. Seorang istri akan kehilangan hak kebebasannya dalam menentukan suatu pilihan dan akan lebih cenderung menuruti semua keinginan suami. Seperti realitasnya sering terjadi tindakan kekerasan terhadap istri baik fisik, psikologis maupun seksual, karena istri tidak mau menuruti kemauan suami. Tindakan yang dilakukan suami kepada istri tersebut, semakin memperkuat konstruksi sosial dalam masyarakat yang menunjukan bahwa perempuan adalah manusia yang lemah dan akan selalu bergantung kepada laki-laki.

Maka dari itu, penting untuk merubah pola pikir setiap individu terhadap perempuan. Perempuan berhak mendapatkan keadilan, sebagaimana diatur dalam undang-undang yang ditetapkan yaitu Undang-Undang RI No. 7 tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.

Adapun upaya yang dapat dilakukan guna menegakkan keadilan yaitu perlu adanya edukasi terkait konsep kesetaraan gender kepada masyarakat, terutama dalam keluarga. Sebab kunci dalam menghentikan kasus KDRT adalah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Pemerintah sebagai pihak atau wakil rakyat yang memiliki kewajiban serta tanggung jawab kepada masyarakat harus melakukan tindakan yang tegas sesuai undang-undang yang telah ditetapkan. 

Dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan mampu mengurangi jumlah kasus KDRT di Indonesia. Selain itu, perempuan sebagai korban KDRT juga butuh pendampingan secara psikologis dan hukum, agar mampu mengembalikan semangat korban dan pelaku merasa jera untuk tidak melakukan hal yang sama kepada orang lain.

 

 

Nama : Alvin Viana Dewi Pertiwi

Tempat, tanggal lahir : Tulungagung, 9 Februari 2001

Alamat : Jalan Tlogo Al-Kautsar No. 07, Malang

Pekerjaan : Mahasiswa

Pendidikan : S1 Program Studi Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malan

EMail En.viana09@gmail.com