Maraknya Kasus Pemotongan Dana Sosial di Masa Pandemi Covid-19

Maraknya Kasus Pemotongan Dana Sosial di Masa Pandemi Covid-19 Foto penulis

Malang, kabarwarta.id - Maraknya Kasus Pemotongan Dana Sosial di Masa Pandemi Covid-19. Covid-19 atau korona merupakan sebuah wabah yang saat ini sedang benar-benar ramai diperbincangkan. Efek pandemi ini sangat beragam, beberapa negara ada yang menerapkan pembatasan wilayah atau LockDown hal ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari adanya wabah Covid-19 tersebut.

Negara Indonesia juga merupakan salah satu negara yang terdampak dari wabah Covid-19. Banyak warga dari kalangan atas hingga bawah terdampak sekali dengan adanya wabah ini. Pemerintah selaku salah satu yang memiliki tanggung jawab dalam menangani dan membantu masyarakat juga turun tangan. 

Terus bertambahnya kasus Covid-19 semakin mendorong pemerintah untuk memberlakukan kebijakan ppkm hingga naik ke beberapa level.

Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) ini memberikan dampak luar biasa terhadap sektor ekonomi. Dengan adanya pembatasan ini, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan penghasilannya menurun.

Kemudian, pemerintah menerapkan pemberian bantuan berupa subsidi gaji bagi para masyarakat yang terkena dampak Covid-19 dengan syarat tertentu. Seperti dana desa diberikan selama sembilan bulan dengan besaran masing-masing Rp 600.000 untuk bulan pertama sampai ketiga dan Rp 300.000 untuk bulan keempat sampai kesembilan.

Kini, besaran BLT dana desa diberikan dalam jangka waktu 12 bulan dengan nilai Rp 300.000 per bulan. Pemerintah juga meneruskan program BST dengan total yang diterima Rp 300.000 per bulan untuk periode 6 bulan. Dan tambahan bantuan beras Bulog 10 kg/keluarga kepada pemegang Kartu Sembako dan penerima Bantuan Sosial Tunai (BST).

Sayangnya, masih ada sejumlah oknum yang memotong dana bantuan sosial (bansos) untuk warga yang sedang mengalami tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19. 

Akibatnya, masih banyak masyarakat terdaftar yang mengaku tidak mendapat bantuan saluran dana serta dana yang diberikan berkurang dan tidak sesuai kebijakan awal.

Sebagai contoh kasus di Tangerang, dimana, ada pemotongan dana bansos, kartu bansos yang dipegang orang lain dan nomor pin ditulis di belakang kartu. Di Cianjur, seorang warga juga mengaku bantuan sosial dipotong Rp 300 ribu oleh oknum pengawas setempat. Sedangkan di Lumajang, standar sembako yang diterima KPM seharusnya senilai Rp 200 ribu. Nyatanya, bantuan itu hanya berisi beras 15 kilogram, telur 10 butir, kacang tanah 350 gram, manisan 3 biji, apel 3 biji.

Hal ini menunjukan kurangnya keketatan pengawasan pemerintah terkait penyaluran bansos yang telah ditetapkan. Pemerintah juga masih kurang responsif terkait kasus ini.

Masalah ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsinya sebagai wakil dari masyarakat sehingga stabilitas ekonomi mengkhawatirkan.

Pemerintah memiliki peran sebagai fungsi distribusi, fungsi ini diharapkan membuat pemerintah mampu memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat dari subsidi yang dihasilkan penarikan pajak bagi masyarakat berpendapatan tinggi.

Selain itu, pemerintah juga diharapkan untuk merealisasikan sarana infrastruktur yang nantinya akan kembali kepada masyarakat dan dapat dinikmati untuk kepentingan bersama.

Namun, bila terjadi penyelewengan dan permainan kotor oknum dalam pendanaan tertentu fungsi ini tidak akan terlaksana dengan baik serta terjadinya ketidakadilan kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah bisa memikirkan biaya distribusi yang sewajarnya untuk honor pendamping agar tidak terus-terusan memotong dari bansos yang disalurkan. Pemerintah dapat membagi-bagi pendapatan negara yang diterima sesuai dengan target atau sasaran yang diinginkan agar tercapainya pemerintah sebagai fungsi alokasi juga seperti menyediakan fasilitas kesehatan dan vaksin.

Dibutuhkan ketegasan pemerintah dalam menangani kasus ini.

Pemerintah harus membangun sistem yang memudahkan masyarakat melapor jika terjadi pemotongan bansos. Namun, banyak masyarakat yang takut melapor karena oknum yang memotong atau melakukan pungutan liar bansos masih termasuk pemegang jabatan di pemerintahan.

Sebaiknya, pemerintah memberikan sosialisasi kepada masyarakat dan menjamin perlindungan hukum pada korban. Para pelaku diharap mendapat sanksi bahkan hingga dibawa ke pengadilan. Dengan begitu, kasus seperti ini bisa diminimalisir dan fungsi pemerintah berjalan baik.

Selain itu, juga diperlukan kesadaran masyarakat terkait ketertiban wajib pajak karena hasil dari pajak tersebut yang akan memberikan bantuan subsidi dana sosial terhadap masyarakat kurang mampu. Sehingga pemerintah dapat menganggarkan kembali APBN terhadap dana sosial termasuk biaya distribusi agar tidak terus-terusan terjadi pemotongan bansos atau pungli.

Pemerintah diharapkan juga memperbanyak bantuan sosial ini karena masih banyaknya masyarakat yang belum mendapatkan bantuan. Bantuan-bantuan ini diharapkan nantinya sangat membantu masyarakat baik uang dan juga makanan serta kebutuhan lainnya.

Penulis :

Muhammad Rifki Fahrezi

 Mahasiswa UMM, Malang, Jatim.