Pengesahan UU Minerba Ditengah Pandemi Covid-19, Etiskah?

Pengesahan UU Minerba Ditengah Pandemi Covid-19, Etiskah? Akses jalan menuju tambang pasir di Kejayan, Pasuruan ditutup oleh warga. Foto iwan dayat

Kabarwarta.id - Pengesahan UU Minerba ditengah Pandemi Covid-19, Etiskah?

Penulis : Aulia Hanadita Balkis (Mahasiswi jurusan Ilmu Administrasi Universitas Indonesia)

Pada tanggal 12 Mei 2020, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberlakukan Revisi Undang -Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) menjadi Undang-Undang. Saat itu, sidang dipimpin oleh Puan Maharani, selaku Ketua DPR RI.

Dalam rapat tersebut juga dihadiri oleh sembilan fraksi di Komisi VII DPR RI, Dimana, suara terbanyak yang terdiri dari delapan fraksi menyatakan setuju tentang pengesahan RUU Minerba, dan satu suara yang menolak yaitu dari Partai Demokrat.

Pengesahan UU Minerba ini dapat dikatakan cenderung terburu -buru. Pasalnya, Pada 13 Februari 2020, Pemerintah dan DPR membentuk tim panitia kerja (Panja) untuk membahas hingga 938 daftar item pertanyaan (DIM). Dari 938 DIM, sejumlah 235 DIM disetujui dengan formula tetap, dan 703 DIM akan dibahas di Panja.

Pembahasan tersebut dimulai dari 13 Februari 2020, hingga 6 Maret 2020. Dari diskusi tersebut menghasilkan pertambahan 2 bab, bertambah 51 pasal, merevisi 83 pasal, dan menghapuskan 9 pasal. Oleh karena itu, total perubahan pasal berubah dari 143 menjadi 217 pasal. Lalu, apakah tindakan Pemerintah etis? Tindakan pemerintah dalam mengesahkan UU Minerba dapat dikatakan kurang etis. Dalam hal ini, Pemerintah tidak memenuhi kriteria sebagai tipe kepemimpinan yang otentik. Dimana, Pemerintah tidak memenuhi nilai keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. sehingga, menimbulkan penolakan dari masyarakat.

Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha, pengesahan RUU Minerba yang tergesa-gesa ini diduga terjadi karena adanya dorongan dari pihak pengusaha batu bara kepada pemerintah.

Terdapat beberapa masalah dalam UU Minerba, diantaranya: Pertama, pengesahan UU tersebut membuktikan bahwa pemerintah cenderung lebih memprioritaskan jaminan dan perlindungan kepada pengusaha tambang dibandingkan menyelamatkan rakyat ditengah krisis pandemik Covid-19, padahal, tercatat per tanggal 20 Mei 2020 terdapat 18.496 orang yang terkonfirmasi Korona.

Kedua, dalam proses diskusi cenderung dilakukan secara tertutup dan kurang melibatkan masyarakat. Padahal, dampak dari aktivitas pertambangan akan dirasakan oleh masyarakat dan lingkungan sekitar. Hal tersebut merupakan suatu bentuk kecacatan prosedural dan hukum dalam proses diskusi dan pengesahan UU Minerba yang melanggar UU Nomor 12 tahun 2011 dan Peraturan DPR tentang tata tertib DPR, serta melengahkan hak warga negara yang dijamin konstitusi.

Ketiga, pasal-pasal yang termuat dalam UU Minerba yang kemudian disetujui oleh Komisi VII DPR RI justru menguntungkan para pengusaha. Hal ini dibuktikan dengan adanya perpanjangan otomatis pemegang lisensi PKP2B tanpa mengurangi area dan lelang yang merupakan dambaan bagi para perusahaan besar batu bara.

Perusahaan yang mendapat manfaat tersebut adalah, Kaltim Prima Coal, Arutmin, Kideco Jaya Agung, Multi Harapan Utama, Berau Coal dan ADARO yang sebentar lagi akan selesai kontraknya.

Keempat, sebanyak 90 persen konten dan struktur UU lebih memfasilitai pengusaha batu bara. Perubahan pasal berupa penambahan, penghapusan, dan amandemen hanya terkait dengan wewenang dan perizinan bisnis, namun, tidak memperhatikan dampak industri pertambangan di masyarakat. Selain itu, konten dan struktur UU tidak memuat dari evaluasi atas daya rusak operasi pertambangan dan industri Minerba sebelumnya. Jadi, keputusan Pemerintah untuk mengesahkan UU Minerba ditengah pandemic Covid-19 dianggap kurang etis karena dalam perumusan UU Minerba tersebut masyarakat justru tidak dilibatkan.

Selain itu, substansi yang termuat dalam UU Minerba juga cenderung menguntungkan para pengusaha batu bara. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah lebih memprioritaskan kepentingan pertambangan batu bara dibandingkan dengan kepentingan masyarakat.