Perspektif Masyarakat Terhadap Penerapan New Normal Di Tengah Pandemi Covid-19

Perspektif Masyarakat Terhadap Penerapan New Normal Di Tengah Pandemi Covid-19 Foto penulis : Alvin Viana Dewi Pertiwi

Kabarwarta.id - Perspektif Masyarakat Terhadap Penerapan New Normal Di Tengah Pandemi Covid-19

Oleh : Alvin Viana Dewi Pertiwi

Pada awal bulan Desember 2019, dunia telah digegerkan dengan munculnya virus yang berasal dari Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Virus tersebut memiliki kemiripan dengan virus SARS-CoV-2, sehingga virus ini dinamakan dengan 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV) atau lebih dikenal dengan COVID-19.

Pada 11 Maret 2020, WHO mengeluarkan sebuah pernyataan bahwa COVID-19 merupakan masalah kesehatan global seluruh dunia. Penyebarannya di berbagai belahan dunia terus meluas dengan cepat, akibatnya, ratusan ribu orang terpapar virus corona, bahkan, meninggal dunia.

Dilihat dari perspektif sosiologis, adanya pandemi COVID-19 telah merubah seluruh tatanan masyarakat dunia, salah satunya, struktur sosial pada masyarakat. Mulai, tata kelakuan (mores), kebiasaan (folkways), cara (usage), dan adat istiadat (custom) berubah dan beradaptasi.

Kegiatan yang mulanya di lakukan di luar rumah, saat ini terpaksa dihentikan guna mencegah penularan COVID-19. Kegiatan seperti belajar, bekerja, dan ibadah dihimbau agar dilakukan di rumah saja, kecuali, ada kegiatan yang memang tidak dapat dilakukan dari rumah.

Pandemi COVID-19 juga berdampak pada perekonomian di setiap negara, salah satu negara tersebut adalah Indonesia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), pada bulan April 2020, perekonomian Indonesia mengalami penurunan yang signifikan hingga di angka 27,5 dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 43,5.

Hal ini, dikarenakan melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa pandemi corona. Adanya pandemi ini mengakibatkan sejumlah perusahaan harus merumahkan karyawannya, dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), karena lemahnya permintaan pasar dan keterbatasan modal.

Setelah tiga bulan lamanya melakukan aktivitas dari rumah dan pandemi COVID-19 belum juga berakhir. Pemerintah berencana untuk menerapkan new normal di tengah pandemi COVID-19 dengan tujuan untuk meningkatkan kembali perekonomian Indonesia.

Lantas, apakah new normal efektif diterapkan di tengah pandemi COVID-19? dan bagaimana perspektif masyarakat terhadap new normal?.

New Normal di Tengah Pandemi COVID-19 Dikutip dari KOMPAS.com, Rabu (20/5/2020), Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito menjelaskan bahwa “New normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan COVID-19”.

New normal diterapkan guna menghidupkan kembali perekonomian Indonesia dan sektor lain yang sempat tersendat, dan bahkan berhenti. Penerapan new normal di tengah pandemi COVID-19 bukan berarti seluruh kegiatan dibuka secara bebas dan seutuhnya, akan tetapi dalam pelaksanaannya harus selalu mematuhi protokol kesehatan.

Lalu, apakah new normal efektif diterapkan di tengah pandemi COVID-19? Untuk efektivitas penerapan new normal dapat dilihat dari hasilnya, akankah berdampak positif atau negatif. Maksud dari positif atau negatif ini adalah memberikan keuntungan atau kerugian untuk masyarakat.

Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, maka dibutuhkan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintahan harus memperhatikan masalah dan tindakan apa yang perlu ditegaskan, baik tindakan preventif, maupun represif.

Disisi lain, masyarakat tidak boleh egois, masyarakat juga harus tetap mentaati protokol kesehatan yang telah ditetapkan, agar kerja sama yang dilakukan dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat dan penularan kasus COVID-19 tidak lagi meningkat.

Dengan seperti ini masyarakat dapat hidup berdampingan dengan COVID-19 tanpa harus memakan korban lagi. Ada beberapa upaya yang perlu dilakukan dalam menghadapi tatanan new normal yaitu, menerima perubahan dan menyesuaikan diri, tertib dalam memakai masker saat keluar rumah, menjaga jarak atau physical distancing di tempat umum, menjaga pola hidup sehat, menghindari kerumunan, rajin mencuci tangan setelah melakukan kontak fisik dengan orang lain, mematuhi protokol kesehatan new normal, kerjasama yang baik antara individu dan masyarakat, dan lebih hemat dalam pengeluaran finansial.

Perspektif Masyarakat terhadap New Normal Selama masa pandemi, masyarakat dipaksa untuk beradaptasi dengan situasi dan kondisi baru. Dimana seluruh aktivitas yang sebelumnya dilakukan di luar rumah harus dilakukan dari rumah saja.

Akibatnya, sejumlah masyarakat sering mengeluhkan bosan di rumah, karena mereka tidak dapat bertatap muka dengan teman dan sahabat. Jika dilihat dari perspektif sosiologi, seluruh dunia mengalami perubahan sosial.

Nisbet (1972) mendefinisikan perubahan sosial sebagai “suksesi perbedaan waktu dalam identitas yang bertahan lama”. Artinya syarat dari perubahan sosial adalah harus diketahuinya identitas yang sudah tertanam lama yaitu struktur sosial.

Hal ini terjadi selama pandemi COVID-19, terlihat adanya pola hidup baru pada masyarakat. Beberapa cara yang dilakukan pemerintah guna memutus rantai penyebaran virus corona, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Nampaknya tidak kunjung mengurangi kasus COVID-19, kurva kasus COVID-19 terus mengalam peningkatan, bahkan dalam sehari kasus COVID-19 dapat mencapai lebih dari 1.000 korban.

Pandemi COVID-19 membawa dampak besar terhadap sektor kehidupan lainnya, seperti perekonomian Indonesia.

Keterpurukan perekonomian Indonesia mendorong pemerintah untuk menerapakan kebijakan yang mungkin dapat menjadi polemik di kalangan masyarakat yaitu New Normal atau kenormalan baru.

Penerapan new normal menjadi polemik di kalangan masyarakat. Hal ini membuat sebagian orang dilema, harus senang ataukah sedih. Satu sisi kebijakan ini nantinya akan menambah kasus COVID-19.

Melihat begitu rendahnya kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan. Disisi lain kebijakan ini dapat mengurangi kekacauan sosial yang terjadi selama pandemi, seperti tindak kriminal, tindakan masyarakat yang tidak peduli dengan protokol kesehatan, dan masyarakat yang mudah percaya dengan adanya obat dan upaya pencegahan COVID-19 yang belum terbukti kebenarannya. Membuat sebuah kebijakan memang mudah, tetapi untuk merealisasikannya itu sangat sulit.

Belajar dari pembatasan sosial berskala besar kemarin, masih ditemukan pelanggaran terhadap protokol kesehatan, sehingga masih terjadi peningkatan kasus COVID-19. Dalam hal ini, peran pemerintah dan masyarakat sangat penting.

Pihak pemerintah perlu memperketat protokol kesehatan dan mengevaluasi pelanggaran-pelanggaran yang telah terjadi agar tidak terulang kembali. Sedangkan setiap individu dalam masyarakat harus memiliki kesadaran bahwa COVID-19 bukanlah virus biasa dan pantas disepelekan. Memang adanya pandemi ini menimbulkan cultural shock pada masyarakat.

Akan tetapi, masyarakat harus dapat merubah perspektif dan memposisikan diri terhadap situasi dan kondisi sekarang ini.

Penulis: Alvin Viana Dewi Pertiwi

Pekerjaan : Mahasiswa Pendidikan : S1 Program Studi Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang

Email : alvin.viana09@gmail.com